Jumat, 28 April 2017

PEMBAGIAN ISIM FIIL HURUF PADA SURAT ANNISA 29




PEMBAGIAN ISIM FI’IL HURUF PADA SURAT ANNISA : 29



Disusun Oleh :
KELOMPOK VII
Nama               : Firda Amalia                         16140125
                        : Andhika R Unga                   16140095
Prodi               : Pendidikan Bahasa Arab


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TERNATE
TAHUN 2017


 

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah Yang Maha Esa dan Maha Kuasa, Penguasa segala kerajaan seluruh alam di langit dan bumi, Shalawat dan Salam tetap tercurah kepada Rasullallah Muhammad SAW. Karena hanya dengan keridoan Allah makalah dengan judul “ TAFSIR  DAN PEMBAGIAN ISIM, FIIL, DAN HURUF PADA SURAT AN-NISA AYAT 29” ini dapat terselesaikan.
            Penulis menyadari betul sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, makalah ini tidak akan terwujud dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis berharap saran dan kritik demi perbaikan-perbaikan lebih lanjut.
            Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi yang membutuhkan.




Jum’at, 28 April 2017


             Kelompok I











DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................................. 1
Daftar Isi ........................................................................................................................... 2
Bab I Pendahuluan ........................................................................................................... 3
A.    Latar Belakang .................................................................................................. 3
Bab II Pembahasan .......................................................................................................... 4
A.    QS. An-Nisa Ayat 29 ....................................................................................... 4
B.     Penjelasan Mufradat ........................................................................................ 4
C.     Tafsir QS. An-Nisa : 29 ................................................................................... 6
D.    Hikmah QS. An-Nisa : 29 ................................................................................ 8
E.     Deteksi Isim, Fi’il, dan Huruf Surat An-Nisa : 29 ....................................... 9
Bab III Penutup ................................................................................................................. 13
A.    Kesimpulan ....................................................................................................... 13
Daftar Pustaka .................................................................................................................. 14
Dokumentasi .................................................................................................................... 15
















BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang masalah
Sebagai bahasa al-Qur’an, bahasa Arab memiliki signifikansi yang sangat besar bagi kaum muslimin, baik yang berkebangsaan Arab maupun maupun non Arab. Hal ini menjadi wajar karena al-Qur’an merupakan kitab suci dan tuntunan bagi kaum muslimin. Disamping itu, juga menjadi bahasa hadith dan kitab-kitab yang membahas ilmu-ilmu agama islam. Itulah sebabnya, dapat dikatakan bahwa bahasa Arab merupakan bahasa orang Arab dan sekaligus juga merupakan bahasa orang Islam, meskipun pada realitasnya tidak sedikit penutur bahasa ini yang bukan pemeluk agama Islam.
Contoh dalam surat An-Nisa ayat 29 yang apabila dijelaskan menurut kaidah bahasa arab akan ditemukan makna yang lebih luas. Dan untuk bisa mempelajari dan memahami Al Qur’an diperlukan sebuah ilmu ( Shorof dan Nahwu ) yang erat kaitannya mengenai penafsiran tiap kata dalam Al Qur’an ataupun dalam Al Hadist sehingga maksud dan tujuan – Nya bisa kita pahami.















BAB II
PEMBAHASAN
A.    QS. An-Nisa : 29
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا لَا تَأْكُلُوْا أَمْوَلَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَطِلِ إِلَّآ أَنْ تَكُوْنَ تِجَرَةً عَنْ تَرَضٍ مِّنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوْا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا.{النساء : 29 }
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. {An-Nisaa : 29}.
B.     Penjelasan Kata Mufradat
1.      يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا (Wahai orang-orang yang beriman)
Yang diseru adalah orang-orang beriman karena yang sadar, tunduk, berubah, ikut aturan itu adalah orang beriman. Kalau kita mengaku beriman, tatapi kita masih ragu tentang kebenaran sistem perekonomian Islam, seperti kita masih ragu keharamannya transaksi dengan riba dan bank konvensional, maka keimanan kita perlu dipertanyakan. Karena itulah Allah memanggil orang yang beriman secara tegas, agar mereka sadar untuk tunduk.
2.      لَا تَأْكُلُوْا (jangan memakan)
Kita dilarang oleh Allah, karena larangan itu menunjukkan haram kecuali ada dalil, sedang untuk ayat ini tidak ada dalil lain. Jadi haram hukumnya mendapatkan harta dengan cara yang tidak dibolehkan syara`.
Meskipun yang disebutkan di sini hanya “makan”, tetapi yang dimaksud adalah segala bentuk transaksi, baik penggunaan maupun pemanfaatan. Al-Quran sering menggunakan redaksi mana yang lebih menjadi prioritas. Artinya harta itu pada umumnya untuk dimakan, tapi bukan berarti memanfaatkannya boleh.

3.      أَمْوَلَكُمْ (harta kalian)
Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya harta adalah milik umum, kemudian Allah memberikan hak legal kepada pribadi untuk memiliki dan menguasainya, tetapi dalam satu waktu Islam menekannya kewajiban membantu orang lain yang membutuhkan. Perlu diketahui, bahwa kalaupun harta itu sudah menjadi milik pribadi tapi bukan berarti kita diperbolehkan untuk menggunakannya kalau digunakan dalam hal yang tidak dibenarkan syariat, maka harta itu juga tidak boleh digunakan. Apalagi kalau kita mendapatkan harta tersebut dari orang lain dengan cara batil atau tidak sesuai aturan syara`.
4.      بِالْبَطِلِ  (dengan cara yang batil)
Yaitu segala perkara yang diharamkan Allah SWT atau tidak ada haknya. Bathil yakni pelanggaran terhadap ketentuan agama atau persyaratan yang disepakati. Dalam konteks ini Nabi SAW bersabda, “kaum muslimin sesuai dengan (harus menepati) syarat-syarat yang mereka sepakati, selama tidak menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal”.
Ayat ini dengan tegas melarang orang memakan harta orang lain atau hartanya sendiri dengan jalan bathil. Memakan harta sendiri dengan jalan bathil adalah membelanjakan hartanya pada jalan maksiat. Memakan harta orang lain dengan cara bathil ada berbagai caranya, seperti pendapat Suddi, memakannya dengan jalan riba, judi, menipu, menganiaya. Termasuk juga dalam jalan yang batal ini segala jual beli yang dilarang syara’.
5.      إِلَّآ أَنْ تَكُوْنَ تِجَرَةً  (Kecuali dengan jalan perniagaan)
Ini adalah dzikrul juz lilkul. Artinya menyebut sebagian untuk seluruhnya, karena umumnya harta itu didapatkan dengan transaksi jual beli (perniagaan) yang didalamnya terjadi transaksi timbal balik. Selama transaksi tersebut dilakukan sesuai aturan syar`i, maka hukumnya halal. Tentu transaksi jual beli ini, tidaklah satu-satu cara yang halal untuk mendapatkan harta, disana ada hibah, warisan dan lain-lain.
6.      عَنْ تَرَضٍ مِّنْكُمْ  (kalian saling ridha)
Jual beli itu harus dilandasi dengan keikhlasan dan keridhoan. Artinya tidak boleh ada kedzhaliman, penipuan, pemaksaan dan hal-hal lain yang merugikan kedua pihak. Oleh karena itu, pembeli berhak mengembalikan barang yang dibeli ketika mendapati barangnya tidak sesuai dengan yang diinginkan.
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda, “Pedagang yang jujur, yang amanah, dia nanti di akherat kedudukannya bersama para Nabi, para shidiqin dan para syuhada” (HR. ad-Daruqudni).
7.      وَلَا تَقْتُلُوْا أَنْفُسَكُمْ (jangan saling membunuh)
Dan janganlah kamu saling membunuh. Dalam perniagaan atau perdagangan sering terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti sering terjadi permusuhan. Kata ulama makna ayat ini adalah “jangan saling membunuh”. Adapun makna dhahirnya “jangan bunuh diri”. Keduanya bisa diterima, karena bisa saja orang berbisnis, bangkrut, stress, lalu bunuh diri. Jadi artinya harta yang kita kejar itu jangan sampai melalaikan dari tujuan kita, misi kita sebagai hamba  Allah, bahwa pada harta itu ada hak-hak Allah, harta itu tidak kekal, dan tujuan hidup kita bukan untuk itu. Sehingga jangan sampai menghalalkan segala cara untuk mendapat harta yang sebanyak-banyaknya.
8.      إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا (sesungguhnya Allah itu Maha Kasih sayang kepada kalian)
Diantaranya dengan memberikan penjelasan kepada manusia tentang sistem transaksi harta, agar manusia bisa hidup berdampingan, jauh dari permusuhan apalagi sampai bunuh-bunuhan hanya karena persaingan dagang. Karena itu sebgai orang mukmin harus tunduk dan percaya kepada seluruh aturan Allah dan Rasul-Nya. Karena semua aturan syariah itu adalah demi kemaslahatan umat.
C.    Tafsir QS.An-Nisa’:29
Kata perniagaan yang berasal dari kata niaga, yang kadang-kadang disebut pula dagang atau perdagangan amat luas maksudnya, segala jual beli, sewa menyewa, import dan eksport, upah mengupah, dan semua yang menimbulkan peredaran harta benda termasuklah itu dalam bidang niaga.
Allah melarang hamba-hamba-Nya kaum mukminin untuk memakan harta sebagian mereka terhadap sebagian lainnya dgn cara yang batil. Yaitu dengan segala jenis penghasilan yang tak syar’i, seperti berbagai jenis transaksi riba, judi, mencuri, dan lainnya, yang berupa berbagai jenis tindakan penipuan dan kezaliman. Bahkan termasuk pula orang yang memakan hartanya sendiri dengan penuh kesombongan dan kecongkakan.
Ibnu Jarir mengatakan: “Ayat ini mencakup seluruh umat Muhammad. Maknanya adalah: ‘Janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain tanpa hak.’ Termasuk dalam hal ini adalah perjudian, penipuan, menguasai (milik orang lain), mengingkari hak-hak (orang lain), apa-apa yang pemiliknya tak ridha, atau yang diharamkan oleh syariat meskipun pemiliknya ridha.”
Dari penjelasan para ulama tentang hal ini, kita bisa memberi kesimpulan bahwa memakan harta dengan cara yang batil terbagi menjadi dua bagian:
a.      Mengambilnya dengan cara zalim seperti mencuri, khianat, suap, dan yang lainnya.
b.      Apa yang diharamkan oleh syariat meskipun pemilik harta itu ridha.
Selain dalam surah An-Nisa ayat 29, ayat-ayat yang menyebutkan haramnya memakan harta manusia dengan cara batil juga terdapat pada QS. Al-Baqarah:188, QS.An-Nisa’:161, QS.At-Taubah:34.
Yang diperbolehkan dalam memakan harta orang lain adalah dengan jalan perniagaan yang saling “berkeridhaan” (suka sama suka) di antaramu (kedua belah pihak). Walaupun kerelaan adalah sesuatu yang tersembunyi di lubuk hati, tetapi indikator dan tanda-tandanya dapat terlihat. Ijab dan qabul, atau apa saja yang dikenal dalam adat kebiasaan sebagai serah terima adalah bentuk-bentuk yang digunakan hukum untuk menunjukkan kerelaan.
Bersandar pada ayat ini, Imam Syafi’i berpendapat bahwa jual beli tidak sah menurut syari’at melainkan jika ada disertai dengan kata-kata yang menandakan persetujuan, sedangkan menurut Imam Malik, Abu Hanifah,dan Imam Ahmad cukup dengan dilakukannya serah terima barang yang bersangkutan karena perbuatan yang demikian itu sudah dapat menunjukkan atau menandakan persetujuan dan suka sama suka.
Ulama berbeda pendapat mengenai sampai dimana batas “berkeridhaan” itu. Satu golongan berkata, sempurnanya berlaku berkeridhaan pada kedua belah pihak adalah sesudah mereka berpisah setelah dilakukan akad. Menurut Syaukani,yang dihitung jual beli itu adalah adanya ridha hati, dengan senang, tapi tidak harus dengan ucapan, bahkan jika perbuatan dan gerak-gerik sudah menunjukkan yang demikian, maka itu sudah cukup dan memadai. Sedangkan Imam Sayafi’i dan Imam Hanafi mensyaratkan akad itu sebagai bukti keridhaanya. Ridha itu adalah suatu tindakan tersembunyi yang tidak dapat dilihat, sebab itu wajiblah menggantungkannya dengan satu syarat yang dapat menunjukkan ridha itu ialah dengan akad.
D.    Hikmah QS.An-Nisa’:29
Pada ayat ini (QS.an-Nisa`: 29) merupakan salah satu gambaran kecil dari kesempurnaan Islam, dimana Islam menegaskan bahwa kita diajari oleh Allah bagaimana berbisnis dengan benar. Sehingga ada beberapa hikmah yang dapat dipetik dalam ayat ini yaitu:
1.      Transaksi harta dibahas begitu rinci dalam Islam, karena:
a)     Sebagaimana kita ketahui, harta adalah ruh kehidupan bagi siapapun dan kapanpun. Kalau tidak dibuat aturan main dengan benar, pasti akan timbul permusuhan, padahal Islam tidak menginginkan pertumpahan darah hanya karena harta. Karena itu dalam perdagangan ini Islam mengaturnya agar satu sama lain bisa hidup berdampingan secara rukun.
b)     Hakekat harta ini pada dasarnya adalah hak bersama. Sehingga setiap individu punya hak untuk mendapatkannya dan mengelolanya. Asal dengan landasan adil dan kerelaan, jauh dari kedhaliman, manipulasi, kebohongan, kecurangan dan paksaan.
2.      Islam itu bukan liberal kapitalis, yaitu sebuah sistem perekonomian yang sekarang ini dilaksanakan oleh barat, dimana mereka memberikan kekuasaan mutlak kepada individu untuk mengeruk harta kekayaan alam semesta ini tanpa memperhatikan asas keadilan, kebersamaan dan kerelaan. Lawannya adalah komunis sosial, yang semua harta ini adalah milik negara, tidak ada individu yang berhak menguasai. Dua sistem ini berusaha saling menghancurkan dan mengambil pengaruh di ekonomi dunia. Walaupun diakui atau tidak, kedua sistem ini sudah terbukti kegagalannya, dengan banyaknya pegangguran, kemiskinan dan banyak negara-negara penganutnya yang bangkrut.
3.      Islam adalah sebuah sistem, manhaj, jalan kehidupan yang sangat lengkap, komprehensif, universal. Artinya Islam tidak hanya mengatur hubungan kita dengan Allah (ibadah atau ritual) tapi juga mengatur hubungan antarmanusia bahkan antara manusia dengan alam semesta ini, termasuk di dalamnya sistem perekonomian Islam. Mungkin baru sekarang ini kita dapat melihat munculnya banyak perbankan syariah. Itu adalah baru bagian kecil dari sistem Islam dalam perekonomian.
4.      Dalam Islam ada teori kepemilikan, yaitu manusia itu diberi oleh Allah hak kepemilikan harta. Tapi di samping itu dia diberi kewajiban mengeluarkan harta tatkala diperlukan, misalnya zakat untuk menolong kelompok masayarakat yang dalam keadaan kekurangan. Atau seperti di zaman khalifah Umar r.a, ketika terjadi paceklik, maka diambil-lah harta orang-orang kaya untuk dibagikan kepada rakyat, karena dalam harta tersebut ada hak untuk mereka. Dalilnya adalah karena muslimin itu bagaikan satu bangunan, saling menguatkan. Karena itu umat islam adalah ummatan wasatha (umat moderat, tidak kebarat atau ketimur, tidak ke kapitalis liberal juga tidak ke komunis sosialis).
E.     Deteksi Isim, Fi’il, Dan Huruf Surat An- Nisa : 29
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا لَا تَأْكُلُوْا أَمْوَلَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَطِلِ إِلَّآ أَنْ تَكُوْنَ تِجَرَةً عَنْ تَرَضٍ مِّنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوْا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا.{النساء : 29 }
Isim
Fi’il
Huruf
 الَّذِيْنَ
Aspek jenis isim mudzakkar hakiki, aspek jumlah jamak mudzakkar salim akhiran ن  ي+  , aspek cakupan ma’rifah ال, isim maushul.
ءَامَنُوْا
Segi waktu fi’il madhi, segi huruf mu’tal mitsal, segi pelaku ma’lum, segi kebutuhan lazim.
يَأَيُّهَا
Huruf nida masuk pada isim, tanpa merubah akhirnya.
أَمْوَلَ
Aspek jenis isim muannats lafdzi karena semua kata benda jamak, aspek jumlah jamak taksir, aspek makna tidak berakal, aspek cakupan nakirah.
تَأْكُلُوْا
Segi waktu fi’il mudhari, segi huruf mu’tal mitsal, segi pelaku ma’lum, segi kebutuhan muta’addi.
لَا
Huruf laa nahiy masuk pada fi’il mudhari, merubah akhirnya.
كُمْ
Aspek cakupan ma’rifah, isim dhamir nashab/ jar muttashil.
تَكُوْنَ
Segi waktu fi’il mudhari, segi huruf mu’tal ajwaf, segi pelaku ma’lum, segi kebutuhan muta’addi.
بِ
Huruf jar masuk pada isim, merubah akhirnya.
كُمْ
Aspek cakupan ma’rifah, isim dhamir nashab/ jar muttashil.
تَقْتُلُوْا
Segi waktu fi’il mudhari, segi huruf shahih salim, segi pelaku ma’lum, segi kebutuhan muta’addi.
إِلَّآ
Huruf Istitsnaa
الْبَطِلِ
Aspek jenis isim mudzakkar hakiki, aspek jumlah mufrad, aspek makna tidak berakal, aspek cakupan ma’rifah ber ال.
كَانَ
Segi waktu fi’il madhi, segi huruf mu’tal ajwaf, segi pelaku ma’lum, segi kebutuhan muta’addi.
أَنْ
Huruf nashab masuk pada fi’il mudhari, merubah akhirnya.
تِجَرَةً
Aspek jenis muannats lafdzi berakhiran  ة, aspek jumlah mufrad, aspek cakupan nakirah karena bertanwin.

عَنْ
Huruf jar masuk pada isim, merubah akhirnya.
تَرَضٍ
Aspek jenis mudzakkar hakiki, aspek jumlah mufrad, aspek cakupan nakirah karena bertanwin.

مِّنْ
Huruf jar masuk pada isim, merubah akhirnya.
كُمْ
Aspek cakupan ma’rifah, isim dhamir nashab/ jar muttashil.

وَ
Huruf athaf masuk pada isim dan fi’il, tanpa merubah akhirnya.
أَنْفُسَ
Aspek jenis isim muannats lafdzi karena semua kata benda jamak, aspek jumlah jamak taksir, aspek makna tidak berakal, aspek cakupan nakirah.

لَا
Huruf laa nahiy masuk pada fi’il mudhari, merubah akhirnya.
كُمْ
Aspek cakupan ma’rifah, isim dhamir nashab/ jar muttashil.

إِنَّ
Huruf inna dan saudaranya masuk pada isim, merubah akhirnya.
اللهَ
Aspek jenis isim mudzakkar hakiki, aspek jumlah mufrad, aspek cakupan ma’rifah ال.

بِ
Huruf jar masuk pada isim, merubah akhirnya.
كُمْ
Aspek cakupan ma’rifah, isim dhamir nashab/ jar muttashil.


رَحِيْمًا
Aspek jenis mudzakkar hakiki, aspek jumlah mufrad, aspek cakupan nakirah karena bertanwin.


بَيْن
Isim zharf




























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Jual beli adalah perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara ridha diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerima sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepekati.
Dalam Al-Qur’an telah dijelaskan tentang norma dan mekanisme dalam memperolah harta, yaitu khususnya dengan cara jual beli secara umum. Seperti dalam QS.An-Nisa’:29 yang menjelaskan tentang tata cara perniagaan (perdagangan) yang sesuai dengan syar’i atau tidak bathil.
Dari hasil deteksi pembagian isim, fi’il, dan huruf pada surat An-Nisa : 29. Memperoleh hasil sbb : Isim = 14, Fi’il = 5, dan Huruf = 11.


















DAFTAR PUSTAKA
Jamal, Abu Karimah Askari. “Kebatilan Yang Tersamarkan Tafsir Ibnu Katsir”. Dikutip dari: www.asysyariah.com.
Majelis Kajian Interaktif Tafsir Al-Qur’an (M-KITA) Surakarta. “Tafsir Surah An-Nisa (4) Ayat 29. Dikuti dari www.mkitasolo.com.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati. 2002
Zulfan, Royan. Tafsir Ayat dan Hadis tentang Jual Beli. Dikutip dari www.amronbadriza.com.
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz V, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983),  cet. 3, h. 35
Syekh. H. Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir Al-Ahkam, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. 1, h. 258
Al-Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz V, (Sinar Baru Algensindo)/ Ebook
H.Salim Bahreisy, dkk, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990), h. 361-362
Syekh. H. Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir Al-Ahkam, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. 1, h. 259













DOKUMENTASI
Description: C:\Users\Lenovo\AppData\Local\Microsoft\Windows\Temporary Internet Files\Content.Word\20170428_114213.jpg

Description: C:\Users\Lenovo\AppData\Local\Microsoft\Windows\Temporary Internet Files\Content.Word\20170428_114147.jpg

Description: C:\Users\Lenovo\AppData\Local\Microsoft\Windows\Temporary Internet Files\Content.Word\20170428_114222.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PEMBAGIAN ISIM FIIL HURUF PADA SURAT ANNISA 29

PEMBAGIAN ISIM FI’IL HURUF PADA SURAT ANNISA : 29 Disusun Oleh : KELOMPOK VII Nama               : Firda Amalia  ...