PEMBAGIAN
ISIM FI’IL HURUF PADA SURAT ANNISA : 29
Disusun Oleh :
KELOMPOK VII
Nama : Firda Amalia 16140125
: Andhika R Unga 16140095
Prodi : Pendidikan Bahasa Arab
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI TERNATE
TAHUN
2017
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kepada Allah Yang Maha Esa dan Maha Kuasa, Penguasa segala kerajaan seluruh alam di
langit dan bumi, Shalawat dan Salam tetap tercurah kepada Rasullallah Muhammad
SAW. Karena hanya dengan keridoan Allah makalah dengan judul “ TAFSIR DAN PEMBAGIAN ISIM, FIIL, DAN HURUF PADA
SURAT AN-NISA AYAT 29” ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari betul sepenuhnya bahwa tanpa bantuan
dari berbagai pihak, makalah ini tidak akan terwujud dan masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis berharap saran
dan kritik demi perbaikan-perbaikan lebih lanjut.
Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi yang membutuhkan.
Jum’at,
28 April 2017
Kelompok I
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................................. 1
Daftar Isi ........................................................................................................................... 2
Bab I Pendahuluan ........................................................................................................... 3
A. Latar Belakang .................................................................................................. 3
Bab II Pembahasan .......................................................................................................... 4
A. QS. An-Nisa Ayat 29 ....................................................................................... 4
B. Penjelasan Mufradat ........................................................................................ 4
C. Tafsir QS. An-Nisa : 29 ................................................................................... 6
D. Hikmah QS. An-Nisa : 29 ................................................................................ 8
E. Deteksi Isim, Fi’il, dan Huruf Surat An-Nisa : 29 ....................................... 9
Bab III Penutup ................................................................................................................. 13
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 13
Daftar Pustaka .................................................................................................................. 14
Dokumentasi .................................................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Sebagai bahasa
al-Qur’an, bahasa Arab memiliki signifikansi yang sangat besar bagi kaum
muslimin, baik yang berkebangsaan Arab maupun maupun non Arab. Hal ini menjadi
wajar karena al-Qur’an merupakan kitab suci dan tuntunan bagi kaum muslimin. Disamping itu, juga menjadi bahasa hadith dan
kitab-kitab yang membahas ilmu-ilmu agama islam. Itulah sebabnya, dapat
dikatakan bahwa bahasa Arab merupakan bahasa orang Arab dan sekaligus juga
merupakan bahasa orang Islam, meskipun pada realitasnya tidak sedikit penutur
bahasa ini yang bukan pemeluk agama Islam.
Contoh dalam surat
An-Nisa ayat 29 yang apabila dijelaskan menurut kaidah bahasa arab akan
ditemukan makna yang lebih luas. Dan untuk bisa
mempelajari dan memahami Al Qur’an diperlukan sebuah ilmu ( Shorof dan Nahwu )
yang erat kaitannya mengenai penafsiran tiap kata dalam Al Qur’an ataupun dalam
Al Hadist sehingga maksud dan tujuan – Nya bisa kita pahami.
BAB II
PEMBAHASAN
A. QS. An-Nisa
: 29
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا لَا تَأْكُلُوْا أَمْوَلَكُمْ بَيْنَكُمْ
بِالْبَطِلِ إِلَّآ أَنْ تَكُوْنَ تِجَرَةً عَنْ تَرَضٍ مِّنْكُمْ وَلَا
تَقْتُلُوْا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا.{النساء : 29 }
Artinya : “ Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara
kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu. {An-Nisaa : 29}.
B. Penjelasan Kata Mufradat
1. يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا (Wahai orang-orang yang
beriman)
Yang diseru adalah orang-orang beriman karena yang sadar, tunduk, berubah,
ikut aturan itu adalah orang beriman. Kalau kita mengaku beriman, tatapi kita
masih ragu tentang kebenaran sistem perekonomian Islam, seperti kita masih ragu
keharamannya transaksi dengan riba dan bank konvensional, maka keimanan kita
perlu dipertanyakan. Karena itulah Allah memanggil orang yang beriman secara
tegas, agar mereka sadar untuk tunduk.
2. لَا
تَأْكُلُوْا (jangan memakan)
Kita dilarang oleh
Allah, karena larangan itu menunjukkan haram kecuali ada dalil, sedang untuk
ayat ini tidak ada dalil lain. Jadi haram hukumnya mendapatkan harta dengan
cara yang tidak dibolehkan syara`.
Meskipun yang disebutkan di sini hanya “makan”, tetapi yang dimaksud adalah
segala bentuk transaksi, baik penggunaan maupun pemanfaatan. Al-Quran sering
menggunakan redaksi mana yang lebih menjadi prioritas. Artinya harta itu pada
umumnya untuk dimakan, tapi bukan berarti memanfaatkannya boleh.
3. أَمْوَلَكُمْ (harta kalian)
Hal ini menunjukkan
bahwa pada dasarnya harta adalah milik umum, kemudian Allah memberikan hak
legal kepada pribadi untuk memiliki dan menguasainya, tetapi dalam satu waktu
Islam menekannya kewajiban membantu orang lain yang membutuhkan. Perlu
diketahui, bahwa kalaupun harta itu sudah menjadi milik pribadi tapi bukan
berarti kita diperbolehkan untuk menggunakannya kalau digunakan dalam hal yang
tidak dibenarkan syariat, maka harta itu juga tidak boleh digunakan. Apalagi
kalau kita mendapatkan harta tersebut dari orang lain dengan cara batil atau tidak
sesuai aturan syara`.
4. بِالْبَطِلِ
(dengan cara yang batil)
Yaitu segala
perkara yang diharamkan Allah SWT atau tidak ada haknya. Bathil yakni
pelanggaran terhadap ketentuan agama atau persyaratan yang disepakati. Dalam
konteks ini Nabi SAW bersabda, “kaum muslimin sesuai dengan (harus menepati)
syarat-syarat yang mereka sepakati, selama tidak menghalalkan yang haram atau
mengharamkan yang halal”.
Ayat ini
dengan tegas melarang orang memakan harta orang lain atau hartanya sendiri
dengan jalan bathil. Memakan harta sendiri dengan jalan bathil adalah
membelanjakan hartanya pada jalan maksiat. Memakan harta orang lain dengan cara
bathil ada berbagai caranya, seperti pendapat Suddi, memakannya dengan jalan
riba, judi, menipu, menganiaya. Termasuk juga dalam jalan yang batal ini segala
jual beli yang dilarang syara’.
5. إِلَّآ
أَنْ تَكُوْنَ تِجَرَةً (Kecuali dengan
jalan perniagaan)
Ini adalah dzikrul
juz lilkul. Artinya menyebut sebagian untuk seluruhnya, karena umumnya
harta itu didapatkan dengan transaksi jual beli (perniagaan) yang didalamnya
terjadi transaksi timbal balik. Selama transaksi tersebut dilakukan sesuai
aturan syar`i, maka hukumnya halal. Tentu transaksi jual beli ini, tidaklah
satu-satu cara yang halal untuk mendapatkan harta, disana ada hibah, warisan
dan lain-lain.
6. عَنْ
تَرَضٍ مِّنْكُمْ (kalian saling ridha)
Jual beli itu harus dilandasi dengan keikhlasan dan keridhoan. Artinya
tidak boleh ada kedzhaliman, penipuan, pemaksaan dan hal-hal lain yang
merugikan kedua pihak. Oleh karena itu, pembeli berhak mengembalikan barang
yang dibeli ketika mendapati barangnya tidak sesuai dengan yang diinginkan.
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda, “Pedagang yang jujur, yang
amanah, dia nanti di akherat kedudukannya bersama para Nabi, para shidiqin dan
para syuhada” (HR. ad-Daruqudni).
7. وَلَا
تَقْتُلُوْا أَنْفُسَكُمْ (jangan saling membunuh)
Dan janganlah kamu saling membunuh. Dalam perniagaan atau perdagangan
sering terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti sering terjadi
permusuhan. Kata ulama makna ayat ini adalah “jangan saling membunuh”. Adapun
makna dhahirnya “jangan bunuh diri”. Keduanya bisa diterima, karena bisa saja
orang berbisnis, bangkrut, stress, lalu bunuh diri. Jadi artinya harta yang
kita kejar itu jangan sampai melalaikan dari tujuan kita, misi kita sebagai
hamba Allah, bahwa pada harta itu ada hak-hak Allah, harta itu tidak
kekal, dan tujuan hidup kita bukan untuk itu. Sehingga jangan sampai
menghalalkan segala cara untuk mendapat harta yang sebanyak-banyaknya.
8. إِنَّ
اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا (sesungguhnya Allah itu Maha Kasih sayang kepada kalian)
Diantaranya dengan memberikan penjelasan kepada manusia tentang sistem
transaksi harta, agar manusia bisa hidup berdampingan, jauh dari permusuhan
apalagi sampai bunuh-bunuhan hanya karena persaingan dagang. Karena itu sebgai
orang mukmin harus tunduk dan percaya kepada seluruh aturan Allah dan
Rasul-Nya. Karena semua aturan syariah itu adalah demi kemaslahatan umat.
C.
Tafsir
QS.An-Nisa’:29
Kata
perniagaan yang berasal dari kata niaga, yang kadang-kadang disebut pula dagang
atau perdagangan amat luas maksudnya, segala jual beli, sewa menyewa, import
dan eksport, upah mengupah, dan semua yang menimbulkan peredaran harta benda
termasuklah itu dalam bidang niaga.
Allah
melarang hamba-hamba-Nya kaum mukminin untuk memakan harta sebagian mereka
terhadap sebagian lainnya dgn cara yang batil. Yaitu dengan segala jenis penghasilan
yang tak syar’i, seperti berbagai jenis transaksi riba, judi, mencuri, dan
lainnya, yang berupa berbagai jenis tindakan penipuan dan kezaliman. Bahkan
termasuk pula orang yang memakan hartanya sendiri dengan penuh kesombongan dan
kecongkakan.
Ibnu Jarir
mengatakan: “Ayat ini mencakup seluruh umat Muhammad. Maknanya adalah:
‘Janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain tanpa hak.’
Termasuk dalam hal ini adalah perjudian, penipuan, menguasai (milik orang
lain), mengingkari hak-hak (orang lain), apa-apa yang pemiliknya tak ridha,
atau yang diharamkan oleh syariat meskipun pemiliknya ridha.”
Dari
penjelasan para ulama tentang hal ini, kita bisa memberi kesimpulan bahwa
memakan harta dengan cara yang batil terbagi menjadi dua bagian:
a. Mengambilnya
dengan cara zalim seperti mencuri, khianat, suap, dan yang lainnya.
b. Apa yang
diharamkan oleh syariat meskipun pemilik harta itu ridha.
Selain dalam
surah An-Nisa ayat 29, ayat-ayat yang menyebutkan haramnya memakan harta manusia dengan cara batil juga terdapat pada QS. Al-Baqarah:188, QS.An-Nisa’:161, QS.At-Taubah:34.
Yang
diperbolehkan dalam memakan harta orang lain adalah dengan jalan perniagaan
yang saling “berkeridhaan” (suka sama suka) di antaramu (kedua belah pihak).
Walaupun kerelaan adalah sesuatu yang tersembunyi di lubuk hati, tetapi
indikator dan tanda-tandanya dapat terlihat. Ijab dan qabul, atau apa saja yang
dikenal dalam adat kebiasaan sebagai serah terima adalah bentuk-bentuk yang
digunakan hukum untuk menunjukkan kerelaan.
Bersandar
pada ayat ini, Imam Syafi’i berpendapat bahwa jual beli tidak sah menurut
syari’at melainkan jika ada disertai dengan kata-kata yang menandakan
persetujuan, sedangkan menurut Imam Malik, Abu Hanifah,dan Imam Ahmad cukup dengan
dilakukannya serah terima barang yang bersangkutan karena perbuatan yang
demikian itu sudah dapat menunjukkan atau menandakan persetujuan dan suka sama
suka.
Ulama
berbeda pendapat mengenai sampai dimana batas “berkeridhaan” itu. Satu golongan
berkata, sempurnanya berlaku berkeridhaan pada kedua belah pihak adalah sesudah
mereka berpisah setelah dilakukan akad. Menurut Syaukani,yang dihitung jual
beli itu adalah adanya ridha hati, dengan senang, tapi tidak harus dengan
ucapan, bahkan jika perbuatan dan gerak-gerik sudah menunjukkan yang demikian,
maka itu sudah cukup dan memadai. Sedangkan Imam Sayafi’i dan Imam Hanafi
mensyaratkan akad itu sebagai bukti keridhaanya. Ridha itu adalah suatu
tindakan tersembunyi yang tidak dapat dilihat, sebab itu wajiblah
menggantungkannya dengan satu syarat yang dapat menunjukkan ridha itu ialah
dengan akad.
D.
Hikmah
QS.An-Nisa’:29
Pada ayat
ini (QS.an-Nisa`: 29) merupakan salah satu gambaran kecil dari kesempurnaan
Islam, dimana Islam menegaskan bahwa kita diajari oleh Allah bagaimana
berbisnis dengan benar. Sehingga ada beberapa hikmah yang dapat dipetik dalam
ayat ini yaitu:
1. Transaksi
harta dibahas begitu rinci dalam Islam, karena:
a)
Sebagaimana kita ketahui, harta
adalah ruh kehidupan bagi siapapun dan kapanpun. Kalau tidak dibuat aturan main
dengan benar, pasti akan timbul permusuhan, padahal Islam tidak menginginkan
pertumpahan darah hanya karena harta. Karena itu dalam perdagangan ini Islam
mengaturnya agar satu sama lain bisa hidup berdampingan secara rukun.
b)
Hakekat harta ini pada dasarnya
adalah hak bersama. Sehingga setiap individu punya hak untuk mendapatkannya dan
mengelolanya. Asal dengan landasan adil dan kerelaan, jauh dari kedhaliman,
manipulasi, kebohongan, kecurangan dan paksaan.
2. Islam itu
bukan liberal kapitalis, yaitu sebuah sistem perekonomian yang sekarang ini
dilaksanakan oleh barat, dimana mereka memberikan kekuasaan mutlak kepada
individu untuk mengeruk harta kekayaan alam semesta ini tanpa memperhatikan
asas keadilan, kebersamaan dan kerelaan. Lawannya adalah komunis sosial, yang
semua harta ini adalah milik negara, tidak ada individu yang berhak menguasai.
Dua sistem ini berusaha saling menghancurkan dan mengambil pengaruh di ekonomi
dunia. Walaupun diakui atau tidak, kedua sistem ini sudah terbukti kegagalannya,
dengan banyaknya pegangguran, kemiskinan dan banyak negara-negara penganutnya
yang bangkrut.
3. Islam adalah
sebuah sistem, manhaj, jalan kehidupan yang sangat lengkap, komprehensif,
universal. Artinya Islam tidak hanya mengatur hubungan kita dengan Allah
(ibadah atau ritual) tapi juga mengatur hubungan antarmanusia bahkan antara
manusia dengan alam semesta ini, termasuk di dalamnya sistem perekonomian
Islam. Mungkin baru sekarang ini kita dapat melihat munculnya banyak perbankan
syariah. Itu adalah baru bagian kecil dari sistem Islam dalam perekonomian.
4. Dalam Islam
ada teori kepemilikan, yaitu manusia itu diberi oleh Allah hak kepemilikan
harta. Tapi di samping itu dia diberi kewajiban mengeluarkan harta tatkala
diperlukan, misalnya zakat untuk menolong kelompok masayarakat yang dalam
keadaan kekurangan. Atau seperti di zaman khalifah Umar r.a, ketika terjadi
paceklik, maka diambil-lah harta orang-orang kaya untuk dibagikan kepada
rakyat, karena dalam harta tersebut ada hak untuk mereka. Dalilnya adalah
karena muslimin itu bagaikan satu bangunan, saling menguatkan. Karena itu umat
islam adalah ummatan wasatha (umat moderat, tidak kebarat atau ketimur,
tidak ke kapitalis liberal juga tidak ke komunis sosialis).
E.
Deteksi
Isim, Fi’il, Dan Huruf Surat An- Nisa : 29
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا
لَا تَأْكُلُوْا
أَمْوَلَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَطِلِ إِلَّآ أَنْ تَكُوْنَ
تِجَرَةً عَنْ
تَرَضٍ مِّنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوْا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا.{النساء : 29 }
Isim
|
Fi’il
|
Huruf
|
الَّذِيْنَ
Aspek jenis isim mudzakkar hakiki, aspek
jumlah jamak mudzakkar salim akhiran ن ي+ , aspek cakupan
ma’rifah ال, isim maushul.
|
ءَامَنُوْا
Segi waktu fi’il madhi, segi huruf mu’tal
mitsal, segi pelaku ma’lum, segi kebutuhan lazim.
|
يَأَيُّهَا
Huruf nida masuk pada isim, tanpa merubah akhirnya.
|
أَمْوَلَ
Aspek jenis isim muannats
lafdzi karena semua kata benda jamak, aspek jumlah jamak taksir, aspek makna
tidak berakal, aspek cakupan nakirah.
|
تَأْكُلُوْا
Segi waktu fi’il mudhari, segi huruf mu’tal
mitsal, segi pelaku ma’lum, segi kebutuhan muta’addi.
|
لَا
Huruf laa nahiy masuk pada fi’il mudhari, merubah
akhirnya.
|
كُمْ
Aspek cakupan ma’rifah,
isim dhamir nashab/ jar muttashil.
|
تَكُوْنَ
Segi waktu fi’il mudhari, segi huruf mu’tal ajwaf,
segi pelaku ma’lum, segi kebutuhan muta’addi.
|
بِ
Huruf jar masuk pada isim, merubah akhirnya.
|
كُمْ
Aspek cakupan ma’rifah,
isim dhamir nashab/ jar muttashil.
|
تَقْتُلُوْا
Segi waktu fi’il mudhari, segi huruf shahih
salim, segi pelaku ma’lum, segi kebutuhan muta’addi.
|
إِلَّآ
Huruf Istitsnaa
|
الْبَطِلِ
Aspek jenis isim mudzakkar
hakiki, aspek jumlah mufrad, aspek makna tidak berakal, aspek cakupan
ma’rifah ber ال.
|
كَانَ
Segi waktu fi’il madhi, segi huruf mu’tal ajwaf,
segi pelaku ma’lum, segi kebutuhan muta’addi.
|
أَنْ
Huruf nashab masuk pada fi’il mudhari, merubah
akhirnya.
|
تِجَرَةً
Aspek jenis muannats lafdzi berakhiran ة,
aspek jumlah mufrad, aspek cakupan nakirah karena bertanwin.
|
عَنْ
Huruf jar masuk pada isim, merubah akhirnya.
|
|
تَرَضٍ
Aspek jenis mudzakkar hakiki, aspek jumlah mufrad,
aspek cakupan nakirah karena bertanwin.
|
مِّنْ
Huruf jar masuk pada isim, merubah akhirnya.
|
|
كُمْ
Aspek cakupan ma’rifah,
isim dhamir nashab/ jar muttashil.
|
وَ
Huruf athaf masuk pada isim dan fi’il, tanpa merubah
akhirnya.
|
|
أَنْفُسَ
Aspek jenis isim muannats
lafdzi karena semua kata benda jamak, aspek jumlah jamak taksir, aspek makna
tidak berakal, aspek cakupan nakirah.
|
لَا
Huruf laa nahiy masuk pada fi’il mudhari, merubah
akhirnya.
|
|
كُمْ
Aspek cakupan ma’rifah,
isim dhamir nashab/ jar muttashil.
|
إِنَّ
Huruf inna dan saudaranya masuk pada isim, merubah
akhirnya.
|
|
اللهَ
Aspek jenis isim mudzakkar hakiki, aspek
jumlah mufrad, aspek cakupan ma’rifah ال.
|
بِ
Huruf jar masuk pada isim, merubah akhirnya.
|
|
كُمْ
Aspek cakupan ma’rifah,
isim dhamir nashab/ jar muttashil.
|
||
رَحِيْمًا
Aspek jenis mudzakkar hakiki, aspek jumlah mufrad,
aspek cakupan nakirah karena bertanwin.
|
||
بَيْن
Isim zharf
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jual beli adalah
perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara ridha
diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain
menerima sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’
dan disepekati.
Dalam
Al-Qur’an telah dijelaskan tentang norma dan mekanisme dalam memperolah harta,
yaitu khususnya dengan cara jual beli secara umum. Seperti dalam QS.An-Nisa’:29
yang menjelaskan tentang tata cara perniagaan (perdagangan) yang sesuai dengan
syar’i atau tidak bathil.
Dari hasil deteksi pembagian isim, fi’il, dan huruf pada surat An-Nisa :
29. Memperoleh hasil sbb : Isim = 14, Fi’il = 5, dan Huruf = 11.
DAFTAR
PUSTAKA
Jamal, Abu Karimah Askari. “Kebatilan Yang Tersamarkan Tafsir Ibnu
Katsir”. Dikutip dari: www.asysyariah.com.
Majelis Kajian Interaktif Tafsir Al-Qur’an (M-KITA) Surakarta. “Tafsir
Surah An-Nisa (4) Ayat 29. Dikuti dari www.mkitasolo.com.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian
Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati. 2002
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz V, (Jakarta: Pustaka Panjimas,
1983), cet. 3, h. 35
Syekh. H. Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir Al-Ahkam, (Jakarta:
Kencana, 2006), cet. 1, h. 258
Al-Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz V,
(Sinar Baru Algensindo)/ Ebook
H.Salim Bahreisy, dkk, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier,
(Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990), h. 361-362
Syekh. H. Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir Al-Ahkam, (Jakarta:
Kencana, 2006), cet. 1, h. 259
DOKUMENTASI



Tidak ada komentar:
Posting Komentar